
Peran Ekspor dalam Menjaga Aktivitas Industri Rokok
Industri rokok di dalam negeri menghadapi tantangan yang cukup berat akibat penurunan daya beli masyarakat dan kenaikan cukai dari tahun 2020 hingga 2024. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap rokok legal di pasar domestik menurun, sehingga membuat industri harus mencari solusi untuk tetap menjaga aktivitas produksi pabrik.
Benny, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), menjelaskan bahwa terjadi pergeseran konsumsi ke rokok ilegal yang lebih murah karena tidak dikenai pajak cukai. Untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK), sejumlah pabrikan memutuskan untuk masuk ke pasar ekspor meskipun risikonya cukup besar.
“Mesin produksi harus jalan walaupun pasar ekspor risikonya cukup besar. Pernah ada satu pabrik yang hasil ekspornya ditolak negara tujuan karena ada perubahan regulasi,” ujar Benny di Jakarta Selatan, Senin (29/9). Ia menambahkan bahwa mesin penggilingan rokok tidak bisa berhenti terlalu lama. Karena itu, sebagian pabrik mengalokasikan hingga 30% kapasitas produksi untuk ekspor akibat lemahnya pasar domestik.
Pertumbuhan Ekspor Rokok Indonesia
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengungkapkan bahwa nilai ekspor rokok meningkat lebih dari 20% dalam tiga tahun terakhir. Pada 2024, nilainya tumbuh hampir 21% secara tahunan menjadi US$ 1,85 miliar atau sekitar Rp29,89 triliun. Dengan capaian ini, Indonesia menjadi eksportir produk hasil tembakau terbesar keempat di dunia dengan pangsa pasar 6,08%. Polandia masih menduduki posisi pertama, disusul Jerman dan Ceko.
Mayoritas atau sekitar 74% ekspor rokok Indonesia diserap oleh negara anggota ASEAN, seperti Filipina, Kamboja, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Filiphina tercatat sebagai tujuan utama dengan nilai US$ 378,76 juta atau sekitar Rp6,12 triliun.
Faisol menilai bahwa peningkatan ekspor ini didukung oleh lokasi Indonesia yang strategis, kualitas produk yang berdaya saing, serta iklim investasi yang kondusif. Ia juga menekankan pentingnya menjaga ekosistem industri rokok untuk mendukung devisa negara.
Struktur Industri Hasil Tembakau yang Kuat
Kompleksitas industri hasil tembakau di dalam negeri dinilai sudah sangat tinggi. Mulai dari laboratorium pengujian mutu berstandar internasional, industri kertas rokok, hingga usaha pedagang asongan, semuanya saling terkait. Faisol mencatat bahwa ekosistem industri rokok menyerap hampir 6 juta tenaga kerja pada tahun lalu.
“Industri hasil tembakau di Indonesia telah terbentuk sejak masa kolonial Belanda, sehingga memiliki struktur yang sangat kuat di dalam negeri,” kata Faisol. Hal ini menunjukkan bahwa industri rokok tidak hanya menjadi sumber pendapatan bagi negara, tetapi juga memberikan dampak sosial yang signifikan melalui penyerapan tenaga kerja.
Dengan adanya ekspor, industri rokok dapat tetap bertahan meskipun menghadapi tantangan di pasar domestik. Namun, perlu adanya keseimbangan antara pengembangan ekspor dan perlindungan pasar dalam negeri agar industri tetap stabil dan berkelanjutan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!