Saham Raksasa Tumbang Saat IHSG Naik, Lihat Rekomendasi Analis

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Kinerja Saham Big Caps di Akhir Tahun 2025

Menjelang kuartal IV-2025, sejumlah saham berkapitalisasi besar (big caps) masih terpuruk dan menduduki daftar laggard (pemberat indeks), meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat beberapa kali menguat. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa beberapa saham utama masih mengalami penurunan signifikan hingga saat ini.

Daftar saham laggard 2025 mencakup:

  • BBCA turun 21,19% ytd ke Rp 7.625/saham, kontribusi negatif -139,47 poin ke IHSG.
  • BMRI melemah 22,81% ytd ke Rp 4.400/saham (-114,99 poin).
  • AMMN merosot 14,75% ytd ke Rp 7.225/saham (-40,52 poin).
  • AMRT longsor 32,28% ytd ke Rp 1.930/saham (-40,08 poin).
  • GOTO amblas 22,86% ytd ke Rp 54/saham (-34,13 poin).

Selain itu, saham BYAN, ADRO, BBRI, MAPA, dan ICBP juga masuk daftar laggard. Hal ini menunjukkan bahwa sejumlah sektor mengalami tekanan yang cukup signifikan.

Faktor Penyebab Penurunan Performa Saham

Menurut Praska Putrantyo, CEO Edvisor Provina Visindo, beberapa sentimen sektoral menjadi pemicu penurunan performa saham-saham big caps. Beberapa faktor yang memengaruhi antara lain:

  • Perbankan: Penyaluran kredit lesu, NIM tertekan, dan arus keluar asing masih deras.
  • Pertambangan: Harga batubara melemah akibat permintaan China belum pulih, sehingga investor beralih ke emas dan energi terbarukan.
  • Konsumsi: Daya beli masyarakat belum pulih, memberatkan saham seperti AMRT, MAPA, dan ICBP.

“Tekanan arus keluar juga berdampak ke saham berkapitalisasi besar, terutama dari sektor perbankan, karena pelaku pasar masih wait and see terhadap perekonomian dan arah suku bunga Indonesia,” ujar dia.

Sementara itu, Harry Su dari Samuel Sekuritas menegaskan bahwa tekanan terbesar datang dari capital outflow investor asing yang khawatir pada prospek margin perbankan. Saat ini, saham-saham big caps yang berstatus laggard kalah pamor dengan beberapa saham konglomerasi yang sepanjang tahun ini menopang pergerakan IHSG, misalnya DCII, BRPT, DSSA, dan CDIA.

Peluang Pemulihan di Kuartal IV-2025

Meski banyak saham terpuruk, analis melihat peluang rebound terbatas seiring potensi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI). Namun, pemulihan harga masih sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

  • Laporan keuangan kuartal III-2025.
  • Arah suku bunga.
  • Perkembangan daya beli masyarakat.

Harry percaya bahwa harga saham-saham laggard berpotensi membaik pada kuartal IV-2025 sejalan dengan efek pemangkasan suku bunga BI. Namun, penguatannya cenderung terbatas karena permintaan kredit masih lemah dan risiko kualitas aset tetap tinggi.

Rekomendasi Analis

Praska merekomendasikan strategi "buy on weakness" untuk beberapa saham, seperti:

  • BBRI (target Rp 5.025)
  • BBCA (Rp 8.900)
  • BMRI (Rp 5.000)

Sementara itu, Harry menyarankan fokus pada big caps defensif dengan fundamental solid seperti:

  • BBCA
  • TLKM
  • ICBP
  • AMRT
  • JPFA

Big caps kini kehilangan pamor, kalah dengan saham-saham konglomerasi seperti DCII, BRPT, DSSA, dan CDIA yang justru menopang IHSG. Namun, bagi investor jeli, fase “terpuruk” bisa menjadi momentum masuk — asal selektif dalam memilih saham dengan fundamental kuat.