
Kelangkaan BBM di SPBU Swasta Mulai Muncul Sejak Agustus 2025
Kondisi kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah SPBU swasta mulai terjadi sejak bulan Agustus 2025. Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura menyampaikan bahwa pihaknya telah melihat adanya potensi keterbatasan stok sejak Juni 2025. Pada Juli 2025, ia mengajukan permintaan untuk penambahan atau penyesuaian kuota impor BBM. Selain itu, Vanda juga mencari solusi dengan berkoordinasi dengan berbagai pihak, namun hingga saat ini belum menemukan jalan keluar.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Vanda menjelaskan bahwa pada Juli 2025, pihaknya menerima surat dari Wakil Menteri ESDM yang menyatakan bahwa kuota impor hanya sebesar 110%. Ia mengungkapkan bahwa rencana pembukaan 10 SPBU baru hingga akhir tahun ini tidak cukup dengan batasan tersebut. Vanda berharap setiap tahun terjadi peningkatan dalam penambahan kuota impor, karena BP-AKR ingin terus berinvestasi di Indonesia dan memastikan keberlanjutan bisnis.
BP-AKR memiliki target untuk membuka total 250 gerai SPBU hingga tahun 2030. Namun, kondisi saat ini memaksa perusahaan untuk melakukan evaluasi ulang terkait suplai dan aturan yang berlaku. Hingga saat ini, hanya ada satu atau dua SPBU BP-AKR yang masih menyediakan produk bensin mereka. Stok ini diperkirakan akan habis pada akhir Oktober 2025.
Kondisi Kelangkaan BBM di Shell Indonesia
Selain BP-AKR, Shell Indonesia juga mengalami kelangkaan stok BBM sejak Agustus 2025. President Director & Managing Director Mobility, Shell Indonesia Ingrid Siburian menyampaikan bahwa saat ini hanya ada sekitar 5 SPBU Shell yang masih tersedia stok produk bensin mereka, dan berpotensi habis esok hari.
Sebagai langkah antisipasi, Shell sudah mengajukan permohonan kuota impor tambahan karena melihat adanya kenaikan permintaan konsumen. Namun, pihaknya baru menerima tanggapan resmi dari Wakil Menteri ESDM tertanggal 17 Juli 2025 yang menyatakan adanya pembatasan terhadap kegiatan impor. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa tambahan impor BBM saat ini dibatasi 10% di atas penjualan 2024.
Untuk mengatasi masalah ini, Shell melakukan serangkaian rapat koordinasi dengan Kementerian ESDM, termasuk pertemuan pada 19 September lalu. Hasil dari pertemuan tersebut adalah keputusan penyediaan BBM dalam bentuk base fuel oleh Pertamina Patra Niaga. Base fuel merupakan produk BBM yang belum dicampur dengan zat tambahan (aditif) dan pewarna. Nantinya, SPBU swasta mengolah base fuel tersebut sesuai dengan spesifikasi dan racikan masing-masing perusahaan.
Pembatalan Pembelian Base Fuel oleh Vivo
Wakil Direktur Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar menyampaikan bahwa PT Vivo Energy, pemilik SPBU Vivo, batal membeli pengadaan impor BBM base fuel dari Pertamina. Sebelumnya, Vivo dan APR sudah sepakat untuk menyerap base fuel dari Pertamina pada Jumat (26/9). Namun, setelah berdiskusi dengan pemerintah, kedua SPBU swasta tersebut membatalkan kesepakatan tersebut.
Achmad menjelaskan bahwa pembatalan ini berkaitan dengan konten base fuel yang mengandung etanol sebesar 3,5%. Meskipun secara regulasi di Indonesia, etanol diperbolehkan hingga 20%, hal ini membuat SPBU swasta enggan melanjutkan pembelian. Ia menegaskan bahwa jika pengadaan kargo yang kedua memiliki kualitas yang sesuai, SPBU swasta tetap terbuka untuk menyerap base fuel dari Pertamina.
Setiap merek memiliki spesifikasi yang berbeda, sehingga kualitas base fuel harus sesuai dengan karakteristik produk masing-masing. Ini menjadi faktor penting dalam keputusan pembelian oleh SPBU swasta.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!