Bukan Hanya Konsumen, Gen Z Jadi Pemimpin Gaya yang Harus Diperhatikan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Gen Z dan Peran Mereka dalam Dunia Branding

Generasi Z sering menjadi topik pembicaraan di berbagai sektor, termasuk dunia pemasaran. Namun, diskusi tentang Gen Z dan brand sering kali hanya berhenti di permukaan. Misalnya, Gen Z dikenal sebagai digital native, rentan terhadap rasa takut ketinggalan (fear of missing out atau FOMO), atau sekadar "anak TikTok." Tapi, melalui acara yang digelar Publicis Groupe Indonesia, yaitu Gen Z: Unwrapped & Unfiltered, wajah Gen Z mulai terungkap lebih dalam.

Acara ini diselenggarakan di 25Hr Hotel, Jakarta Selatan, pada Selasa (30/9/2025). Dari riset yang dilakukan, Gen Z bukan hanya sekadar konsumen, tetapi juga trendsetter. Forum tersebut menghadirkan dua sesi utama, yaitu presentasi hasil riset dan talkshow bersama enam pemimpin media dan komunitas yang didominasi oleh Gen Z. Mereka adalah Head of Brand & Community Marketing Female Daily Network Ferinda Lestari, COO & Founder IDN William Utomo, CEO infipop Irfan (Fanbul) Prabowo, Marketing Manager PIJI Gilang Ridzky, Founder Genspreneur Aisyah Aulia, dan Founder Komunitas For Padel Naldy Pratama.

Lebih Butuh Dialog Daripada Iklan

Salah satu hal yang membedakan Gen Z dengan generasi sebelumnya adalah cara mereka berinteraksi. Bukan lewat iklan besar atau tagline catchy, tetapi melalui percakapan nyata. Gen Z ingin brand yang bisa mendengarkan, bukan hanya menjual produk.

Founder Genspreneur, Aisyah Aulia, menegaskan bahwa Gen Z sangat menyukai dialog. Hal ini membuat podcast semakin populer. "Di Genspreneur, kita punya event namanya 'Ngopi', Ngobrol Inspirasi. Jadi, Gen Z suka banget sama dialog," katanya. Menurut Aisyah, kebiasaan Gen Z yang gemar berdialog bisa dimanfaatkan oleh brand untuk membangun hubungan yang lebih dalam. "We like to talk. Kenapa podcast saat ini sangat-sangat besar sekali? Karena Gen Z suka untuk melihat, mendengar orang dialog," tambahnya.

Nilai Social Currency yang Lebih Berharga daripada Uang

Menurut COO & Founder IDN, William Utomo, nilai sebuah barang bagi Gen Z tidak selalu terletak pada harganya, melainkan pada cerita sosial di baliknya dan kesesuaian dengan lingkungan target. Perbedaan konteks tipis dapat membuat sebuah value naik berkali lipat.

"Kalau di Jakarta, urban, tinggi pendapatan, kita bisa lihat pilates, club clash. Itu tidak wujud di daerah-daerah rural. Di bandara-bandara rural apa yang wujud? K-pop? Kalau kita ingin memenangkan hati Gen Z di rural, kita lakukan di sana, bukan di bandara," ujar William. Sementara itu, Gilang Ridzky memberikan analogi sederhana, yaitu nasi kotak biasa bisa jadi lebih berharga ketika menggunakan nama artis karena bisa diunggah ke media sosial. "Sama-sama Rp45 ribu mungkin harganya, tapi yang pakai tulisan Nicholas Saputra memiliki social currency yang berbeda," ujarnya.

Cerita Penting untuk Membangun Hubungan dengan Gen Z

Terdapat lima cohorts atau karakteristik yang mewakili Gen Z, antara lain Anak Kalcer, Kevin & Michelles, The Salims, Nuruls & Nopals, dan Atlet Cabor. Meski beragam, kelima karakteristik ini tetap merepresentasikan Gen Z yang adaptif, dinamis, dan penuh energi. Namun, bagi Gen Z, keaslian adalah yang utama.

Salah satu pemateri, Yuda, memaparkan hasil riset Publicis Groupe terkait Anak Kalcer. Kalcer menjadi semacam kiblat bagi sebagian Gen Z. "Mereka sangat terbuka saat menyukai sesuatu, tapi mereka juga sangat terbuka ketika mereka tidak menyukai sesuatu," tambahnya. Hal serupa berlaku pada cohorts lain, di mana brand yang hanya mengikuti tren tanpa cerita di baliknya akan ditinggal begitu saja.

"Banyak kategori usia, banyak latar belakang, cuma kalau kata Aisyah tadi, memang Gen Z like to talk gitu. Bahkan bukan cuma soal musik ketika mau bikin event, tapi ngomongin secara personal gitu, orang tuanya, latar belakang keluarganya, kenapa dia milih jalan berkarir di musik dan lain sebagainya gitu," ujarnya.